Pada masa awal pemerintahan, Presiden Soekarno dihadapkan berbagai permasa- lahan. Setelah permasalahan dengan Belanda selesai, Indonesia dihadapkan pada permasalahan dalam negeri. Pada masa ini muncul pemberontakan dari dalam negeri. Banyak wilayah Indonesia yang menginginkan tetap berdiri sendiri dan ada juga yang menginginkani berdirinya negara Islam Indonesia. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai disintegrasi bangsa. Disintegrasi adalah situasi yang tidak adanya persatuan dan kesatuan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan ini akan mengancam adanya perpecahan yang berakibat pada rusaknya tatanan sosial yang sedang dijalankan.
A. Pemberontakan terhadap Pemerintah Indonesia
1. Pemberontakan PKI di Madiun 1948
Murculnya PKI merupakan perpecahan pada tubuh SI (Sarekat Islam) yang mendapat pengaruh ISDV (Internasionalisme Sosialisme Democratise Vereeniging) yang didirikan oleh HJFM. Bulan Desember 1914 diubah menjadi PKI. Pada tanggal 13 November 1926, PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Pada tanggal 18 September 1948, Muso memimpin pemberontakan terhadap RI di Madiun. Tujuannya ingin mengubah dasar negara Pancasila menjadi dasar negara komunis. Pemberontakan ini menyebar hampir di seluruh daerah Jawa Timur, namun berhasil digagalkan dengan ditembak matinya Muso. Oleh karena itu, Semaun dan Dharsono lari ke Rusia.
2. Pemberontakan DI/TII
Darul Islam (DI) didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TI). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda, dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosoewirjo berthasil ditangkap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya, Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati pada tanggal 16 Agustus 1962.
Dipimpin aleh Amir Fatah dan Kiai Sumolangu. Selama Agresi Militer Belanda ke II Amir Fatah diberi tugas menggabungkan laskar-laskar untuk masuk dalam TNI. Akan tetapi, setelah banyak anggotanya ia beserta anak buahnya melarikan diri dan menyatakan bagian dari DI/TIÍ.
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953, ia memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Kartosoewirjo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombinasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
- d. DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Kahar Muzakar menuntut agar KGSS dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinannya. Tuntutan tersebut ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosoewirjo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
- e. DI/TII Kalimantarı Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dikobarkan Ibnu Hajar, seorang bekas Letnan Dua TNI. Pada akhir tahun 1959, pasukan gerombolan Ibnu Hajar dapat dimusnahkan dan Ibnu Hajar sendiri dapat ditangkap.
3. Pemberontakan APRA
Pada bulan Januari 1950, di kalangan KNIL Jawa Barat timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. APRA memiliki tujuan untuk memper- tahankan bentuk negara federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian RIS. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai "Tentara Pasundan" dan menolak dibubarkannya Pasundan. Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri. Tujuan gerakan ini, yaitu ingin tetap berdirinya Negara Pasundan dan APRA sebagai tentara Negara Pasundan.
Gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Dalam hal ini Westerling bekerja sama dengan Sultan Hamid II, yang menjadi menteri negara tanpa portofolio dalam kabinet RIS. Rencananya gerakan ini akan menyerang gedung tempat berlangsungnya sidang kabinet. Mereka merencanakan untuk membunuh Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. Ali Boediardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T. B. Simatupang. Berkat kesigapan dari APRIS, usaha APRA di Jakarta berhasil digagalkan.
4. Pemberontakan Andi Aziz
Pada tanggal 30 Maret 1950, Kapten Andi Aziz bersama-sama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Hal ini disebabkan seringnya terjadi demonstrasi kelompok masyarakat yang antifederal untuk mendesak NIT segera menggabungkan dengan RI. Sebaliknya, golongan yang mendukung negara federal juga melakukan demonstrasi, sehingga keadaan menjadi tegang. Pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirim satu batalion TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V. Worang. Kedatangan pasukan dari Jawa itu mengancam kedudukan kelompok masyarakat profederal. Selanjutnya, mereka bergabung dan membentuk "Pasukan Bebas" di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya. Kronologi Pemberontakan Andi Aziz sebagai berikut.
- Pada tanggal 30 Maret 1950, Andi Aziz dan pasukannya menggabungkan diri dengan APRIS.
- Pada tanggal 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar.
- Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah mengeluarkan ultimatum terhadap pemberontakan Andi Aziz.
- Pada tanggal 21 April 1950, pasukan TNI berhasil menduduki Makassar dan Wali Negara NIT, mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan NKRI.
- Pada tanggal 5 Agustus 1950, terjadi pertempuran antara pasukan APRIS dan KL-KNIL.
- Pada 8 Agustus 1950, dilakukan perundingan dan menghasilkan keputusan bahwa pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
Komentar
Posting Komentar