Budaya Politik Di Indonesia
Budaya politik diartikan sebagai pola yang muncul dalam berbagai aspek dari suatu perilaku masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya sebagai warga negara. Budaya politik dapat diposisikan sebagai penopang sistem politik negara itu sendiri. Budaya politik merupakan salah satu unsur budaya penting dalam agenda pembangunan bangsa. Kekuatan politik suatu bangsa dapat tercermin pada seberapa kuat budaya politik dalam jiwa warganya. Tanpa budaya politik, bangsa atau negara akan lemah pendiriannya. Akibatnya, mudah menjadi mangsa ideo-logi politik bangsa lain. Pada bab ini Anda akan mempelajari mengenai budaya politik di Indonesia.
A. Pengertian Budaya Politik
1. Definisi Budaya Politik
Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas- aktivitas politik kenegaraan. Berikut ini beberapa definisi budaya politik dari beberapa tokoh.
a. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
b. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan peme- rintahan yang dipegang secara bersama-sama, sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
c. Kay Lawson
Budaya politik adalah terdapatnya satu perangkat yang meliputi seluruh nilai-nilai politik, yang terdapat di seluruh bangsa.
d. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba
Istilah budaya politik mengacu pada orientasi politik sikap terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya yang lain serta sikap terhadap peranan kita sendiri dalam sistem tersebut.
2. Komponen Budaya Politik
Gabriel A. Almond dan Verba menyatakan bahwa budaya politik mengandung beberapa komponen orientasi, yang mana orientasi itu mengacu pada aspek dan objek yang dibakukan dalam sistem politik.
Objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap hal-hal berikut ini.
a. Sistem politik secara keseluruhan, meliputi intensitas pengetahuan, ungkapan perasaan yang ditandai oleh apresiasi terhadap sejarah, ukuran lingkup lokasi, persoalan kekuasaan, dan karakteristik konstitusional negara atau sistem politiknya.
b. Proses input, meliputi pengamatan atas partat politik, kelompok kepentingan, dan alat komunikasi massa yang nyata-nyata berpengaruh dalam kehidupan politik sebagai alat (sarana) pernampung berbagai tuntutan.
c. Proses output, meliputi intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses aktivitas berbagai cabang pemerintahan yang berkenaan dengan fungsi pembuatan aturan/ perundang-undangan oleh badan legislatif, fungsi pelaksanaan aturan oleh eksekutif (termasuk birokrasi), dan fungsi peradilan.
d. Diri sendiri, meliputi intensitas pengetahuan dan frekuensi perbuatan seseorang dalam mengambil peranan di arena sistem politik.
Menurut Ranney, ada dua komponen utama dari budaya politik adalah orientasi kognitif dan orientasi afektif. Tiga orientasi yang terkandung dalam budaya politik sebagai berikut.
a. Orientasi kognitif, mencakup pengetahuan tentang kepercayaan pada politik, peranan, dan segala kewajibannya secara input dan outputnya.
b. Orientasi afektif, mencakup perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor, dan penampilannya.
c. Orientasi evaluatif, mencakup keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik yang melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
B.Tipe-Tipe Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia
1. Berdasarkan Sikap yang Ditunjukkan
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik militan tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Jika terjadi krisis, yang dicari adalah kambing hitamnya. Masalah yang pribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik toleransi pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar dengan selalu membuka pintu untuk bekerja sama, sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
2. Berdasarkan Sikap terhadap Tradisi dan Perubahan
a. Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang dianggap selalu sempurna dan tidak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada hal yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan. Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, dan hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Oleh karena itu, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukannya. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur barti.
b. Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan bersedia menerima apa saja yang dianggap berharga, la dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Berdasarkan kedua tipe budaya politik tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang mem- bahayakan.
- Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan.
- Perubahan dianggap sebagai penyimpangan.
3. Berdasarkan Orientasi Politiknya Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut.
a Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial (parochial political culture) adalah budaya politik dengan ting- kat partisipasi politik sangat rendah.
Budaya politik parokial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
- Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai objek umum, objek-objek input, objek- objek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
- Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
- Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan terhadap perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
- Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
- Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana ketika spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim.
- Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
b. Budaya Politik Kaula atau Subjek
Ciri budaya kaula atau subjek sebagai berikut.
- Terdapatfrekuensi orientasi politikyang tinggi terhadapsistem politikyang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap objek-objek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
- Para subjek menyadari otoritas pemerintah.
- Hubungannya terhadap sistem politik secara umum dan terhadap output, a secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
- Orientasi budaya politik kaula sering terwujud di dalam masyarakat, yaitu ketika tidak terdapat struktur input yang terdiferensiasikan.
- Orientasi subjek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif. dministratif
c. Budaya Politik Partisipan
Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Budaya politik partisipan merupakan laban vang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi karena adanya harmonisasi hubu- ngan warga negara dengan pemerintah.
Ciri budaya partisipan sebagai berikut.
- Budaya politik ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi.
- Adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah
- Warga negara mempercayai perlunya keterlibatan dalam politk
- Warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat
C. Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik 1. Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan proses pem- bentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat. Keterlaksanaan sosialisasi politik sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan tempat seseorang/ individu berada.
Beberapa ilmuwan yang memberikan pengertian tentang sosialisasi politik sebagai berikut.
A. Gabriel Almond
Gabriel Almond berpendapat bahwa sosialisasi politik menunjukkan pada proses ketika sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
B. Alfian
Alfian mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses. sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka mengalami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahirlah kebudayaan politik baru.
Menurut Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memahami sosialisasi politik sebagai berikut.
- Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
- Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai, atau perasaan-perasaan menge- nai politik secara tegas. Proses dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.
C. Richard E. Dawson
Richard E. Dawson berpendapat bahwa sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan me- reka yang menginjak dewasa.
2. Metode Sosialisasi Politik
Metode sosialisasi dapat berupa pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
- Pendidikan politik melalui suatu proses dialog sehingga masyarakat memperoleh nilai, norma, dan simbol politik. Pada umumnya, metode ini digunakan oleh negara-negara demokrasi.
- Indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai-nilai, norma, dan simbol yang dianggap oleh pihak yang berkuasa ideal dan baik. Negara fasis dan negara komunis pada umumnya menggunakan cara-cara seperti ini.
3. Peranan Partai Politik dalam Sosialisasi Budaya Politik
a. Pengertian Partai Politik
Menurut UU No. 31 Tahun 2002, partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. Masih banyak yang memberikan definisi mengenai partai politik, tetapi kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilu.
b. Fungsi Partai Politik
Partai politik berfungsi sebagai sarana berikut ini.
- Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan ber- masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Penciptaan iklim yang kondusif dan program konkret serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat.
- Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
- Partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan gender.
4. Peran dan Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta menmperkuat sikap politik di kalangan. warga masyarakat yang sadar politik, yaitu sadar akarn hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama. Peranan tersebut melibatkan keluarga, sekolah, dan lembaga-lembaga tertentu yang ada dalam masyarakat. Adapun fungsi sosialisasi politik antara lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik, serta mendorong timbulnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Hal itu sejalan dengan konsep demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berarti rakyat harus berpartisipasi dalam kehidupan politik.
5. Cara Melakukan Sosialisasi Politik
Rush dan Althoff mengemukakan tiga cara untuk melakukan soşialisasi politik sebagai berikut.
- Imitasi, cara yang pertama dalam melakukan sosialisasi politik. Melalui imitasi, seorang individu meniru terhadap tingkah laku individu lainnya.
- Instruksi, cara melakukan sosialisasi politik yang kedua adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando. Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa.
- Motivasi, cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir adalah motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman, membandingkan pendapat, dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain.
D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pemimpin negara atau upaya-upaya memengaruhi kebijakan pemerintah.
1. Konsep Partisipasi Politik
Partisipan Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam perkembangannya, masalah partisipasi Polnik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan post behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan. Huntington dan Nelson memberi batasan terhadap pengertian konsep partisipasi politik sebagai berikut.
a. Cakupan kegiatan-kegiatan bukan sikap.
b. Warga negara biasa (preman) bukan pejabat.
C. Kegiatan hanya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
d. "Cakipan kegiatan yang memengaruhi pemerintah baik efektif maupun yang tidak.
e. Kegiatan partisipasi dilakukan langsung ataupun tidak.
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah berntuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional, antara lain petisi, kekerasan, dan revolusioner. Bentuk- bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, dan kepuasaan atau ketidakpuasan warga negara.
Ramlan Subakti menyatakan bahwa partisipasi politik warga negara dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
a. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif yaitu kegiatan warga negara dalam ikut serta menentukan kebijakan dan pemilihan pejabat pemerintahan dalam kehidupanberbarngsa dan bernegara demi kepentingan bersama. Bentuk partisipasi aktif antara lain mengajukan usulan tentang suatu kebijakan, mengajukan saran dan kritik tentang suatu kebijakan tertentu, serta ikut partai politik.
b. Partisipasi Pasif
Partisipasi pasif yaitu kegiatan warga negara yang mendukung jalannya pemerintahan, negara dalam rangka menciptakan kehidupan negara yang sesuai tujuan. Bentuk partisi- pasi pasif antara lain menaati peraturan yang berlaku, dan melaksanakan kebijakan peme- Fintah, Menurut Huntington dan Nelson bentuk kegiatan utama dalam partisipasi politik dibagi menjadi lima bentuk, antara lain kegiatan pemilihan, lobi, kegiatan organisasi, mencari koneksi, tindakan kekerasan.
Dengan demikian, berbagai partisipasi politik warga negara dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga sebagai berikut.
- Terbentuknya organisasi-organisasi maupun organisasi kemasyarakatan sebagai bagian dari kegiatan sösial dan penyalur aspirasi rakyat.
- Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (ESM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi imput terhadap kebijakan pemerintah.
- Pelaksanaan pemilu yang memberi kesempatan warga negara untuk menggunakan hak pilihnya baik hak pilih aktif maupun hak pilih pasif.
- Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna nada sistem inpul dan output kepada pemerintah.
3. Gerakan Menuju Partisipasi Politik
Partisipasi warga negara dalam suatu negara akan berjalan seiring dengan tingkat esadaran politik warga negara. Makin tinggi tingkat kesadaran politik dalam suatu negara n mendorong partisipasi warganegara dalam kegiatarnpolitik. Kesadaranpolitik yang mendorong rakan ke arah partisipasi politik dipengaruhi oleh beberapa hal. Menirut Myron Weinr, ada cuperapa hal yang dapal memperluas arah partisipasi politik dalam proses politik sebagai berikut.
a. Modernisasi
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya Industrialisasi, memacu perbaikan dalam segala aspek kehidupan termasuk perbaikan Perndidikan, Hal inilah yang akan memperluas gerakan ke arah partisipasi politik.
b. Perubahan-Perubahan Struktur Kelas Sosial
Salah satu akibat modernisasi adalah munculnya perubahan kelas sosial, seperti Kelas pekerja baru dan kelas pekerja menengah. Oleh karena itu, stratifikasi sosial dalam masyarakat akan semakin terlihat jelas. Dengan demikian, bagi yang berkepentingan akan menuntut partisipasi politik untuk berusaha memengaruhi pembuatan kebijakan politik.
c. Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern
Lahirnya kaum intelektual seperti sarjana, kritikus, pengarang, dan lain-lain sangat berpengaruh terhadap penentuar kebijakan politik suatu negara.
d. Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik
Adanya konflik, mendorong sebagian masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
e Keterlibatan Pemerintah dalam Berbagai Urusan Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan
Keterlibatan pemerintah yang makin meluas dalam berbagai aspek kehidupan, menyebabkan adanya tindakan-tindakan yang dilakukan rakyat untuk ikut berperan dalam menentukan kehidupannya.
4. Budaya Politik Partisipan
Budaya politik yang partisipatif adalah budaya politik yang demokratik, sehingga akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil. Menurut Bronson dalam bukunya Belajar Civic Education dari Amerika, mengemukakan bahwa beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya partisipan sebagai berikut.
a. Menjadi Anggota Masyarakat yang Independen Karakter ini melipüfi sebagai berikut.
- Kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keter- GHELIpaksaan atau pengawasan dari luar,
- Bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuat.
- Memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat demokratis.
b. Memenuhi Tanggung Jawab Personal Kewarganegaraan di Bidang Ekonomi dan Politik Tanggung jawab ini meliputi sebagai berikut.
- Memelihara/menjaga diri.
- Memberi nafkah dan merawat keluarga.
- Serta mengasuh dan mendidik anak.
- Di dalamnya termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik.
- Menentukan pilihan (voting)
- Membayar pajak.
- Menjadi juri di pengadilan.
- Melayani masyarakat.
- Melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.
c. Menghormati Harkat dan Martabat Ke- manusiaan Setiap Individu
- Menghormati mendengarkan pendapat mereka.
- Bersifat sopan.
- Menghargai hak-hak dan kepentingan- kepentingan sesama warga negara.
- Mengikuti aturan "prinsip mayoritas" namun tetap menghargai hak-hak minoritas ol guntuk berbeda pendapat.
d. Berpartisipasi dalam Urusan-Urusan Kewarganegaaan secara Efektif dar Bijaksana Karakter ini merupakan sadar informasi sebagai berikut.
- Menentukan pilihan (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik.
- Terlibat dalam diskusi yang santun dan serius.
- Memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan.
- Membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai warga negara harus dikesampingkan demi memenuhi kepentingan publik.
- Mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitu- sional diharuskan menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.
e. Mengembangkan Fungsi Demokrasi Konstitusional secara Sehat Karakter ini meliputi sebagai berikut.
- Sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik.
- Melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional.
- Memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik agar sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut.
- Mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila ada kekurangannya. Karakter ini mengarahkan warga negara agar bekerja dengan cara-cara yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan tidak bijaksana.
Komentar
Posting Komentar